BPS: Ketimpangan Pendapatan Si Kaya dan Si Miskin Turun

Jakarta, Rifan Financindo Berjangka -- Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, ketimpangan pendapatan penduduk semakin menyempit seiring dengan meningkatnya pengeluaran masyarakat dalam setahun terakhir.

Kesimpulan itu didapat berdasarkan hasil perhitungan koefisien gini (gini ratio) yang per Maret 2016 sebesar 0,397 atau turun dari  posisi bulan yang sama tahun lalu 0,408 maupun posisi September 2015 yang sebesar 0,402.

Sekadar informasi, koefisien gini dibagi menjadi tiga indikator, yakni kurang dari 0,3 persen menunjukkan ketimpangan rendah, antara 0,3 sampai 0,5 persen menunjukan ketimpangan tingkat menengah, dan lebih dari 0,5 persen menunjukkan ketimpangan tinggi.

Statistik menujukkan, penurunan gini ratio terbesar terjadi di perkotaan, yakni sebesar 0,018 poin dari 0,428 pada Maret 2015 menjadi 0,410. Sedangkan di pedesaan, gini rasio juga turun sebesar 0,007 poin dari 0,334 menjadi 0,327.

Kepala BPS Suryamin menjelaskan, untuk mengukur ketimpangan pendapatan juga bisa dilihat dari tingkat pengeluaran masyarakat. Berdasarkan hasil statistik terakhir, yakni Maret 2016, terjadi peningkatan pengeluaran masyarakat kelas menengah ke bawah. Sebaliknya, tingkat pengeluaran masyarakat menengah ke atas justru menurun.

"Pengeluaran per kapitanya meningkat, tapi kontribusi dari masyarakat berpenghasilan rendah, menengah, dan tinggi mengalami pergeseran. Yang penting terjadi peningkatan pengeluaran di kalangan masyarakat berpenghasilan menengah sedangkan masyarakat berpenghasilan tinggi menurun berarti ada pemerataan," jelas Suryamin di kantornya, Jumat (19/7).

Indikator ketimpangan pengeluaran dilihat dari tingkat pengeluaran 40 persen terbawah dari setiap kelompok masyarakat, yakni kelompok berpenghasilan rendah, sedang dan tinggi. Penilaiannya berkebalikan dari koefisien gini, di mana semakin tinggi nilai semakin rendah ketimpang dan sebaliknya.

Ketimpangan tinggi terjadi jika persentase pengeluaran 40 persen masyarakat di bawah 12 persen. Sedangkan untuk kisaran 12-17 persen masuk kategori sedang, dan di atas 17 persen menujukkan ketimpangan yang rendah.

Kendati foefisien gini di perkotaan turun paling besar, namun Suryamin menegaskan,  ketimpangan pengeluaran di perkotaan lebih parah dibandingkan dengan ketimpangan di perdesaan.

"Ukuran Bank Dunia juga menujukkan hal yang sama, yaitu di perkotaan tergolong ketimpangan sedang atau di bawah 17 persen sementara di perdesaan tergolong ketimpangan rendah di atas 17 persen," jelasnya.

Provinsi Sulawesi Selatan tercatat memiliki rasio ketimpangan pengeluaran penduduk paling tinggi, yakni sebesar 0,426  diikuti oleh Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sebesar 0,420 dan Provinsi Gorontalo sebesar 0,419.

Sedangkan Provinsi Bangka Belitung menempati peringkat terendah dalam rasio tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk, yakni sebesar 0,275, diikuti oleh Provinsi Maluku Utara dengan ratio 0,286, dan Kalimantan Utara dengan ration 0,300.

Kemudian, Provinsi Banten memiliki koefisien gini ratio yang bernilai tak jauh beda dengan rasio nasional atau sebesar 0,394. Diikuti oleh Provinsi Papua sebesar 0,390.  Rifan Financindo Berjangka

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sentimen Global Masih Ada, Rupiah Menguat di Hadapan Dolar AS

16 Tahun Serangan “9/11”: WTC Runtuh Bukan karena Tabrakan Pesawat?

Contact Us