Neraca Perdagangan Diperkirakan Surplus USD1 Miliar di Februari

Jakarta: Rifan Financindo -- Badan Pusat Statistik (BPS) rencananya akan merilis kinerja
perdagangan Indonesia di sepanjang Februari 2017. Adapun kinerja perdagangan diharapkan bisa terus mengalami perbaikan karena berperan penting terhadap aktivitas perekonomian Tanah Air.

Jelang pengumuman tersebut, Ekonom Bank DBS Gundy Cahyadi memperkirakan, neraca perdagangan Indonesia di bulan kedua di 2017 akan mengalami surplus sebesar USD1 miliar. Menurutnya kinerja ekspor akan tumbuh 8,5 persen, sementara impor tumbuh 9,4 persen.

Dirinya menilai, pertumbuhan ekspor merupakan dorongan dari mulai meningkatnya harga komoditas. Hal ini ditandai dengan kenaikan yang tajam pada ekspor batu bara dan minyak kelapa mentah (crude palm oil) sejak pertengahan 2016.

"Perhatikan ekspor barang nonmigas juga melonjak 18,3 persen pada kuartal IV-2015 dan menguat di 29,2 persen pada Januari 2017. Bahkan jika lonjakan kuat sekali saja di Januari, pertumbuhan ekspor sepanjang tahun masih bisa mencapai delapan persen. Ini merupakan pembalikan tajam harga komoditas," kata Gundy, dalam risetnya, Rabu 15 Maret 2017.

Dampak pemulihan ekspor, lanjut dia, jelas sangat positif terutama untuk daerah penghasil komoditas untuk memulihkan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) yang tertinggal dalam beberapa tahun terakhir.

Neraca Perdagangan Februari Diperkirakan Surplus

Neraca perdagangan Indonesia pada Februari 2017 diperkirakan kembali mencetak surplus sebesar US$1 miliar, dengan proyeksi total nilai ekspor di kisaran US$12,5 miliar dan proyeksi impor di kisaran US$11 miliar. Proyeksi surplus tersebut, sedikit lebih rendah dari surplus Januari.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, surplus tersebut ditopang dari membaiknya harga komoditas pada Januari 2017. Namun, pemerintah harus tetap mewaspadai kondisi harga komoditas ke depan.

“Harga komoditas akan bertahan berapa lama? Karena di bulan Maret ini, harga minyak sedang turun,” kata Bhima, melalui pesan singkatnya kepada VIVA.co.id, Jakarta Rabu 15 Maret 2017.

Selain dari harga komoditas, dipangkasnya proyeksi pertumbuhan ekonomi China menjadi 6,5 persen tahun ini juga memberikan kekhawatiran akan berpengaruh terhadap permintaan dari negara tersebut. Sebab, China masih menjadi pangsa pasar ekspor terbesar Indonesia.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, total ekspor non minyak dan gas Indonesia ke negeri Tirai Bambu itu sepanjang Januari mencapai US$1,5 miliar, atau 12,80 persen dari total nilai ekspor. Sementara itu, di posisi kedua, ditempati Amerika Serikat dengan nilai ekspor US$1,43 miliar.

“Memang tidak ada cara lain selain mendorong hilirisasi industri, dan menarik sektor investasi di industri pengolahan,” katanya.

Sebagai informasi, neraca perdagangan pada Januari 2017 mengalami surplus sebesar US$1,40 miliar, dengan total nilai ekspor senilai US$13,38 miliar dan impor US$11,99 muliar. Surplus tersebut, merupakan yang terbesar sejak Januari 2014 secara bulan ke bulan.

Rifan Financindo

Komentar

Postingan populer dari blog ini

16 Tahun Serangan “9/11”: WTC Runtuh Bukan karena Tabrakan Pesawat?

Sentimen Global Masih Ada, Rupiah Menguat di Hadapan Dolar AS

Contact Us