Burung Camar Dikhawatirkan Jadi Penyebar Bakteri Kebal Obat 'Super'
Rifan Financindo Berjangka -Jakarta, Bakteri yang resistan
terhadap antibiotik jumlahnya perlahan makin banyak. Menurut Lembaga
Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) setidaknya di Amerika Serikat
diperkirakan per tahun ada dua juta orang yang terinfeksi bakteri
resistan dan 23 ribu di antaranya meninggal.
Terkait hal tersebut studi terbaru melihat burung camar liar kemungkinan dapat semakin memperburuk keadaan. Laporan terbaru di Journal of Antimicrobial Chemotherapy menemukan sampel kotoran burung dengan jangkauan terbang luas ini terdeteksi dengan bakteri Escherichia coli kebal obat 'super'.
Adalah mutasi genetik bernama MCR-1 pada bakteri yang membuatnya jadi mimpi buruk. Diketahui bahkan antibiotik lini terakhir colistin tak mempan melawan. Oleh sebab itu apabila mutasi cepat menyebar dan semua bakteri sudah benar-benar kebal, peneliti mengatakan maka dunia akan memasuki era kiamat antibiotik.
"Gaya hidup burung camar membuat mereka bisa dengan mudah membawa patogen dan mikroorganisme resistan lintas batas negara," tulis peneliti dalam laporannya seperti dikutip dari Medical Daily News.
"Air yang terkontaminasi oleh feses burung harus diawasi sebagai faktor risiko penting untuk terjadinya transmisi bakteri resistan," lanjut peneliti.
Dari mana para camar bisa mendapatkan E.coli dengan mutasi MCR-1 tak diketahui pasti. Kemungkinannya hewan terpapar ketika mencari makanan di sampah limbah medis.
"Jika MCR-1 menjadi global yang bukan tak mungkin terjadi, dan gen ini menyalaraskan diri dengan gen resistensi antibiotik lainnya yang tak bisa kita hindari, maka kita akan sangat mungkin memasuki era pascaantibiotik. Pada masa itu jika seorang pasien sakit misalnya karena E.coli, kita tak bisa melakukan apa-apa," pungkas Profesor Timothy Walsh dari University of Cardiff, Inggris, selaku salah satu ilmuwan yang pertama mengungkap adanya mutasi.Mulai 16 November sampai 22 November 2015 mendatang World Health Organization (WHO) mencanangkan pekan kesadaran antibiotik. Hal ini dilakukan dalam upaya meningkatkan edukasi masyarakat global terhadap pentingnya memakai antibiotik secara bijak.
Dokter atau masyarakat umum sendiri sering kali menggunakan antibiotik untuk segala macam keluhan seperti layaknya obat pamungkas. Padahal perilaku seperti itu salah dan dalam jangka panjang justru malah menimbulkan masalah baru yaitu memicu munculnya resistensi antibiotik.
Bakteri-bakteri yang sempat terpapar antibiotik namun tak sepenuhnya musnah karena penggunaan obat yang salah lama-kelamaan akan tumbuh semakin kuat. Bakteri bisa beradaptasi dan membentuk kekebalan sehingga tak lagi bisa dibunuh dengan obat biasa.
Rifan Financindo Berjangka
Terkait hal tersebut studi terbaru melihat burung camar liar kemungkinan dapat semakin memperburuk keadaan. Laporan terbaru di Journal of Antimicrobial Chemotherapy menemukan sampel kotoran burung dengan jangkauan terbang luas ini terdeteksi dengan bakteri Escherichia coli kebal obat 'super'.
Adalah mutasi genetik bernama MCR-1 pada bakteri yang membuatnya jadi mimpi buruk. Diketahui bahkan antibiotik lini terakhir colistin tak mempan melawan. Oleh sebab itu apabila mutasi cepat menyebar dan semua bakteri sudah benar-benar kebal, peneliti mengatakan maka dunia akan memasuki era kiamat antibiotik.
"Gaya hidup burung camar membuat mereka bisa dengan mudah membawa patogen dan mikroorganisme resistan lintas batas negara," tulis peneliti dalam laporannya seperti dikutip dari Medical Daily News.
"Air yang terkontaminasi oleh feses burung harus diawasi sebagai faktor risiko penting untuk terjadinya transmisi bakteri resistan," lanjut peneliti.
Dari mana para camar bisa mendapatkan E.coli dengan mutasi MCR-1 tak diketahui pasti. Kemungkinannya hewan terpapar ketika mencari makanan di sampah limbah medis.
"Jika MCR-1 menjadi global yang bukan tak mungkin terjadi, dan gen ini menyalaraskan diri dengan gen resistensi antibiotik lainnya yang tak bisa kita hindari, maka kita akan sangat mungkin memasuki era pascaantibiotik. Pada masa itu jika seorang pasien sakit misalnya karena E.coli, kita tak bisa melakukan apa-apa," pungkas Profesor Timothy Walsh dari University of Cardiff, Inggris, selaku salah satu ilmuwan yang pertama mengungkap adanya mutasi.Mulai 16 November sampai 22 November 2015 mendatang World Health Organization (WHO) mencanangkan pekan kesadaran antibiotik. Hal ini dilakukan dalam upaya meningkatkan edukasi masyarakat global terhadap pentingnya memakai antibiotik secara bijak.
Dokter atau masyarakat umum sendiri sering kali menggunakan antibiotik untuk segala macam keluhan seperti layaknya obat pamungkas. Padahal perilaku seperti itu salah dan dalam jangka panjang justru malah menimbulkan masalah baru yaitu memicu munculnya resistensi antibiotik.
Bakteri-bakteri yang sempat terpapar antibiotik namun tak sepenuhnya musnah karena penggunaan obat yang salah lama-kelamaan akan tumbuh semakin kuat. Bakteri bisa beradaptasi dan membentuk kekebalan sehingga tak lagi bisa dibunuh dengan obat biasa.
Rifan Financindo Berjangka
Komentar
Posting Komentar