Cerita Mbah Agus, Polisi Jujur yang Selalu Berlebaran di Markas Polisi
Rifan Financindo Berjangka - Brebes - Aiptu Agus Dwi Santoso dalam waktu empat bulan lagi akan pensiun. Dia tak punya rumah atau kendaraan. Polisi yang akrab disapa Mbah Agus ini sedang berpikir menumpang di rumah anak angkatnya, anak yatim yang dia sekolahkan hingga lulus kuliah, jadi bidan dan berumah tangga.
Agus selama ini tinggal di markas polisi. Dahulu dia tinggal di asrama polisi, tapi karena hidup seorang diri dia memilih meninggalkan asrama itu dan tinggal di kantor polisi. Agus kadang tidur di salah satu ruangan atau di teras musola.
"Jadi polisi itu sudah takdir," jelas Agus saat berbincang dengan detikcom, Selasa (26/7/2016).
Agus dahulu berdinas di Polsek Wonosari Brebes, kemudian dia ditarik ke Satlantas Polres Brebes. 'Rumahnya' pun pindah dari Polsek ke Polres. Agus dahulu biasa memakai sepeda onthel, namun sepeda itu dijual untuk tambahan biaya kuliah anak angkatnya. Dia juga meminjam ke bank, yang cicilannya dibayarkan dari gaji bulanannya.
Agus kemudian biasa berjalan kaki atau menggunakan motor dinas polisi apabila pergi ke tempat tugas melakukan pengaturan lalu lintas. Anak angkatnya itu, adalah anak rekannya yang juga polisi yang meninggal karena sakit. Agus membiayai anak itu, karena rekannya dahulu selalu membantu dia dan memotivasinya dalam hidup.
"Saya dahulu kuliah di Yogya, karena nggak ada biaya putus kuliah. Waktu itu di Jl Malioboro ada pembukaan polisi, tahun 1979, saya daftar dan diterima," sambung Agus yang ayahnya dahulu berdinas di TNI ini.
Suka duka menjadi polisi dia lakoni selama 36 tahun. Agus mengaku tak pernah menerima uang dari pengendara yang dia berhentikan. Dia menjaga integritas dirinya.
"Saya takut di alam baka," sambungnya.
Agus punya kakak dan adik, keduanya tinggal di Yogya dan Bandung. Sudah bertahun-tahun Agus tak bertemu mereka. "Sudah ada anak istri dan keluarganya," imbuh Agus.
Setiap lebaran, Agus selalu hadir membantu pengaturan lalu lintas. Mulai dari operasi ketupat sampai operasi Ramdniya. Suka duka dia alami, termasuk macet parah mudik lalu di Brebes.
"Itu semua macet di mana-mana, jalur alternatif, jalur utama, kendaraan membludak. Mungkin nanti diatur ya biar liburnya nggak barengan," ujarnya.
Hari lebaran tiba, Agus seperti biasa berlebaran di kantor polisi, rumahnya. "Ya saya lebaran di pos polisi saja. Sudah puluhan tahun," sebut pria berusia 58 tahun ini.
Bagi dia, yang utama melayani masyarakat. Agus setiap pagi hingga sore hari mengatur lalu lintas di depan SD 1 Klampok, Brebes. Dia menyebarangi anak-anak sekolah ini. Agus senang, dia mengganggap anak-anak ini cucu-cucunya.
Sama seperti saat menolak uang yang diberikan pengendara, demikian juga ketika setiap hari membantu anak-anak menyeberang, ada orangtua yang berinisiatif memberinya insentif.
"Wah saya menolak saja. Buat saya itu tugas. Saya minta doanya saja sama guru dan orangtua, agar saya sehat bisa melayani masyarakat," tutup Agus yang meminta tanya jawab dilanjutkan nanti karena tengah bertugas mengatur lalu lintas. Rifan Financindo Berjangka
Agus selama ini tinggal di markas polisi. Dahulu dia tinggal di asrama polisi, tapi karena hidup seorang diri dia memilih meninggalkan asrama itu dan tinggal di kantor polisi. Agus kadang tidur di salah satu ruangan atau di teras musola.
"Jadi polisi itu sudah takdir," jelas Agus saat berbincang dengan detikcom, Selasa (26/7/2016).
Agus dahulu berdinas di Polsek Wonosari Brebes, kemudian dia ditarik ke Satlantas Polres Brebes. 'Rumahnya' pun pindah dari Polsek ke Polres. Agus dahulu biasa memakai sepeda onthel, namun sepeda itu dijual untuk tambahan biaya kuliah anak angkatnya. Dia juga meminjam ke bank, yang cicilannya dibayarkan dari gaji bulanannya.
Agus kemudian biasa berjalan kaki atau menggunakan motor dinas polisi apabila pergi ke tempat tugas melakukan pengaturan lalu lintas. Anak angkatnya itu, adalah anak rekannya yang juga polisi yang meninggal karena sakit. Agus membiayai anak itu, karena rekannya dahulu selalu membantu dia dan memotivasinya dalam hidup.
"Saya dahulu kuliah di Yogya, karena nggak ada biaya putus kuliah. Waktu itu di Jl Malioboro ada pembukaan polisi, tahun 1979, saya daftar dan diterima," sambung Agus yang ayahnya dahulu berdinas di TNI ini.
Suka duka menjadi polisi dia lakoni selama 36 tahun. Agus mengaku tak pernah menerima uang dari pengendara yang dia berhentikan. Dia menjaga integritas dirinya.
"Saya takut di alam baka," sambungnya.
Agus punya kakak dan adik, keduanya tinggal di Yogya dan Bandung. Sudah bertahun-tahun Agus tak bertemu mereka. "Sudah ada anak istri dan keluarganya," imbuh Agus.
Setiap lebaran, Agus selalu hadir membantu pengaturan lalu lintas. Mulai dari operasi ketupat sampai operasi Ramdniya. Suka duka dia alami, termasuk macet parah mudik lalu di Brebes.
"Itu semua macet di mana-mana, jalur alternatif, jalur utama, kendaraan membludak. Mungkin nanti diatur ya biar liburnya nggak barengan," ujarnya.
Hari lebaran tiba, Agus seperti biasa berlebaran di kantor polisi, rumahnya. "Ya saya lebaran di pos polisi saja. Sudah puluhan tahun," sebut pria berusia 58 tahun ini.
Bagi dia, yang utama melayani masyarakat. Agus setiap pagi hingga sore hari mengatur lalu lintas di depan SD 1 Klampok, Brebes. Dia menyebarangi anak-anak sekolah ini. Agus senang, dia mengganggap anak-anak ini cucu-cucunya.
Sama seperti saat menolak uang yang diberikan pengendara, demikian juga ketika setiap hari membantu anak-anak menyeberang, ada orangtua yang berinisiatif memberinya insentif.
"Wah saya menolak saja. Buat saya itu tugas. Saya minta doanya saja sama guru dan orangtua, agar saya sehat bisa melayani masyarakat," tutup Agus yang meminta tanya jawab dilanjutkan nanti karena tengah bertugas mengatur lalu lintas. Rifan Financindo Berjangka
Komentar
Posting Komentar