Menkes Nggak Berani Tindak RS Pengguna Vaksin Palsu
Rifan Financindo Berjangka - Pengelola Taman Pemakaman Umum (TPU) Pondok Ranggon kembali membongkar dua makam fiktif. Dihitung sejak Senin (25/7), sudah 10 makam fiktif yang dibongkar di TPU tersebut.
Saat ini pemerintah telah mendata anak-anak korban vaksin palsu. Setidaknya, ada lima provinsi di seluruh Indonesia, yang anak-anaknya terpapar vaksin palsu. Kepada orangtua yang merasa anaknya menjadi korban vaksin palsu, dipersilakan melapor ke Kepolisian dan dinas kesehatan setempat.
"Pemerintah akan memberikan vaksin ulang kepada anak-anak yang menjadi korban. Pemerintah juga akan memantau tumbuh kembang mereka," kata Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Puan Maharani, usai memimpin rapat koordinasi tingkat menteri terkait vaksin palsu di Kantor Kementerian PMK, Jakarta, kemarin.
Hadir dalam ratas Menteri Kesehatan Nila F Moeloek, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Penny Kusumastuti Lukito, Wakil Kepala Bareskrim Polri Brigjen Antam Novambar, Sekjen Ikatan Dokter Anak Indonesia Piprim Basarah Yanuarso dan Ketua Ikatan Dokter Indonesia Oetama Marsis.
Saat ini, tegas Puan Maharani, sudah ada 23 orang yang ditetapkan sebagai tersangka oleh pihak Kepolisian, baik dari produsen, dokter, distributor, pencetak label, dokter, pengepul botol dan sebagainya. Dia berharap Kepolisian bekerja sebaik-baiknya dalam menyelidiki kasus tersebut, tanpa gaduh.
"Yang pasti yang mereka lakukan adalah kejahatan luar biasa terhadap anak-anak. Kita harapkan ke depan ini tidak boleh terulang lagi," kata Puan.
Di tempat yang sama, Menteri Kesehatan (Menkes) Nila F Moeloek tidak menyinggung soal sanksi 14 RS yang dinyatakan terindikasi menggunanakan vaksi palsu. Dia mengatakan, pemerintah memilih sibuk merevisi beberapa regulasi yang dianggap sebagai solusi penanganan kasus vaksin palsu. Melalui perevisian tersebut, fungsi pengawasan BPOM akan diperkuat.
"Yang akan kita revisi adalah Permenkes Nomor 30, Permenkes Nomor 35 dan Permenkes Nomor 58. Kita merevisinya bersama-sama dengan BPOM," kata Nila.
Dia mengatakan, revisi Permenkes ini sudah dibawa ke DPR untuk dibahas masih terdapat kelemahan. Bahkan, dalam perevisiannya tidak menuntut kemungkinan akan bertabrakan dengan aturan yang dibuat menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup mengenai pengolahan limbah.
"Kami melihat ada kelemahan Permen yang dikeluarkan KLH pada 2009. Aturan Permen KLH tersebut tidak membenarkan incenerator di setiap rumah sakit tetapi secara regional," kata Menkes.
Terkait penanganan jangka pendek, Nila mengaku, pemerintah akan terus melakukan pemberian vaksin ulang kepada korban. Penyisiran terhadap data korban pun terus dilakukan agar semua korban bisa ditangani.
"Tapi, fokus kami sekarang untuk anak yang kelahiran tahun 2016, atau usianya 11 bulan ke bawah yang belum mendapat imun. Kalau yang sudah di atasnya tidak," kata Menkes.
Lebih lanjut, Nila menjelaskan, sampai saat ini sebanyak 536 anak telah menerima vaksinasi ulang. Sementara itu, terkait dugaan pelanggaran pidana di dalam kasus vaksin palsu, Menkes menyerahkan sepenuhnya kepada Bareskrim Polri.
"Kalau penyelidikan rumah sakit lainnya yang terlibat itu kami serahkan ke Bareskrim. Tapi kami ingin permasalahan ini tuntas, mungkin bukan hanyan vaksin tapi juga obat-obat lainnya," ujarnya.
Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Aman Bhakti Pulungan mengatakan, pihaknya akan melakukan pemantauan tumbuh kembang anak yang menjadi korban vaksin palsu. Berdasarkan analisis saat ini, vaksin palsu tidak membahayakan anak dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
"Kami akan terus melakukan pemantauan tumbuh kembang akan ke depan. Tapi kita bisa simpulkan bahwa vaksin palsu ini tidak membahayakan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang," kata Aman.
Sementara itu, Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Maura Linda Sitanggang mengatakan, belum ada indikasi keterlibatan rumah sakit (RS) lain di luar 14 RS swasta yang diduga menerima vaksin palsu. Hingga saat ini, sudah 80 persen anak terduga korban vaksin palsu divaksin ulang oleh Kemenkes.
"Belum, belum ada laporan lain. Satgas vaksin palsu masih terus bekerja," ujar Linda.
Linda mencatat, telah menghimpun data korban vaksin palsu dari 14 RS. Jumlah korban saat ini mencapai 519 anak. Dari jumlah itu, kata Linda, sebanyak 80 persennya sudah menerima vaksinasi ulang. "Sisanya tidak perlu vaksin ulang. Satgas terus bekerja sehingga masih akan ada data tambahan," tutur Linda.
Pada 14 Juli lalu, Kemenkes membuka identitas 14 RS penerima vaksin palsu. Mayoritas RS berada di Bekasi. Adapun 14 RS yang dimaksud adalah RS DR Sander (Bekasi), RS Bhakti Husada (Cikarang, Bekasi), Sentral Medika (Gombong), RSIA Puspa Husada, Karya Medika (Tambun, Bekasi), Kartika Husada (Bekasi), Sayang Bunda (Bekasi), Multazam (Bekasi), Permata (Bekasi), RSIA Gizar (Cikarang, Bekasi), Harapan Bunda (Kramat Jati, Jakarta Timur), Elizabeth (Bekasi), Hosana (Cikarang) dan Hosana (Bekasi). Rifan Financindo Berjangka
Saat ini pemerintah telah mendata anak-anak korban vaksin palsu. Setidaknya, ada lima provinsi di seluruh Indonesia, yang anak-anaknya terpapar vaksin palsu. Kepada orangtua yang merasa anaknya menjadi korban vaksin palsu, dipersilakan melapor ke Kepolisian dan dinas kesehatan setempat.
"Pemerintah akan memberikan vaksin ulang kepada anak-anak yang menjadi korban. Pemerintah juga akan memantau tumbuh kembang mereka," kata Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Puan Maharani, usai memimpin rapat koordinasi tingkat menteri terkait vaksin palsu di Kantor Kementerian PMK, Jakarta, kemarin.
Hadir dalam ratas Menteri Kesehatan Nila F Moeloek, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Penny Kusumastuti Lukito, Wakil Kepala Bareskrim Polri Brigjen Antam Novambar, Sekjen Ikatan Dokter Anak Indonesia Piprim Basarah Yanuarso dan Ketua Ikatan Dokter Indonesia Oetama Marsis.
Saat ini, tegas Puan Maharani, sudah ada 23 orang yang ditetapkan sebagai tersangka oleh pihak Kepolisian, baik dari produsen, dokter, distributor, pencetak label, dokter, pengepul botol dan sebagainya. Dia berharap Kepolisian bekerja sebaik-baiknya dalam menyelidiki kasus tersebut, tanpa gaduh.
"Yang pasti yang mereka lakukan adalah kejahatan luar biasa terhadap anak-anak. Kita harapkan ke depan ini tidak boleh terulang lagi," kata Puan.
Di tempat yang sama, Menteri Kesehatan (Menkes) Nila F Moeloek tidak menyinggung soal sanksi 14 RS yang dinyatakan terindikasi menggunanakan vaksi palsu. Dia mengatakan, pemerintah memilih sibuk merevisi beberapa regulasi yang dianggap sebagai solusi penanganan kasus vaksin palsu. Melalui perevisian tersebut, fungsi pengawasan BPOM akan diperkuat.
"Yang akan kita revisi adalah Permenkes Nomor 30, Permenkes Nomor 35 dan Permenkes Nomor 58. Kita merevisinya bersama-sama dengan BPOM," kata Nila.
Dia mengatakan, revisi Permenkes ini sudah dibawa ke DPR untuk dibahas masih terdapat kelemahan. Bahkan, dalam perevisiannya tidak menuntut kemungkinan akan bertabrakan dengan aturan yang dibuat menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup mengenai pengolahan limbah.
"Kami melihat ada kelemahan Permen yang dikeluarkan KLH pada 2009. Aturan Permen KLH tersebut tidak membenarkan incenerator di setiap rumah sakit tetapi secara regional," kata Menkes.
Terkait penanganan jangka pendek, Nila mengaku, pemerintah akan terus melakukan pemberian vaksin ulang kepada korban. Penyisiran terhadap data korban pun terus dilakukan agar semua korban bisa ditangani.
"Tapi, fokus kami sekarang untuk anak yang kelahiran tahun 2016, atau usianya 11 bulan ke bawah yang belum mendapat imun. Kalau yang sudah di atasnya tidak," kata Menkes.
Lebih lanjut, Nila menjelaskan, sampai saat ini sebanyak 536 anak telah menerima vaksinasi ulang. Sementara itu, terkait dugaan pelanggaran pidana di dalam kasus vaksin palsu, Menkes menyerahkan sepenuhnya kepada Bareskrim Polri.
"Kalau penyelidikan rumah sakit lainnya yang terlibat itu kami serahkan ke Bareskrim. Tapi kami ingin permasalahan ini tuntas, mungkin bukan hanyan vaksin tapi juga obat-obat lainnya," ujarnya.
Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Aman Bhakti Pulungan mengatakan, pihaknya akan melakukan pemantauan tumbuh kembang anak yang menjadi korban vaksin palsu. Berdasarkan analisis saat ini, vaksin palsu tidak membahayakan anak dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
"Kami akan terus melakukan pemantauan tumbuh kembang akan ke depan. Tapi kita bisa simpulkan bahwa vaksin palsu ini tidak membahayakan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang," kata Aman.
Sementara itu, Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Maura Linda Sitanggang mengatakan, belum ada indikasi keterlibatan rumah sakit (RS) lain di luar 14 RS swasta yang diduga menerima vaksin palsu. Hingga saat ini, sudah 80 persen anak terduga korban vaksin palsu divaksin ulang oleh Kemenkes.
"Belum, belum ada laporan lain. Satgas vaksin palsu masih terus bekerja," ujar Linda.
Linda mencatat, telah menghimpun data korban vaksin palsu dari 14 RS. Jumlah korban saat ini mencapai 519 anak. Dari jumlah itu, kata Linda, sebanyak 80 persennya sudah menerima vaksinasi ulang. "Sisanya tidak perlu vaksin ulang. Satgas terus bekerja sehingga masih akan ada data tambahan," tutur Linda.
Pada 14 Juli lalu, Kemenkes membuka identitas 14 RS penerima vaksin palsu. Mayoritas RS berada di Bekasi. Adapun 14 RS yang dimaksud adalah RS DR Sander (Bekasi), RS Bhakti Husada (Cikarang, Bekasi), Sentral Medika (Gombong), RSIA Puspa Husada, Karya Medika (Tambun, Bekasi), Kartika Husada (Bekasi), Sayang Bunda (Bekasi), Multazam (Bekasi), Permata (Bekasi), RSIA Gizar (Cikarang, Bekasi), Harapan Bunda (Kramat Jati, Jakarta Timur), Elizabeth (Bekasi), Hosana (Cikarang) dan Hosana (Bekasi). Rifan Financindo Berjangka
Komentar
Posting Komentar