Pendanaan Masih Menjadi Kendala Pelayanan BPJS
Rifan Financindo Berjangka - - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah institusi yang bertanggungjawab memastikan pelayanan kesehatan berjalan dengan baik.
Hal itu dikatakan Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Ahmad Ansyori dalam dialog publik yang diadakan Komunitas untuk Penataan Kebijakan Publik (Komunal) bertema "Potret Kinerja BPJS Kesehatan dan Urgensi Subsidi dana PMN," di Jakarta, Kamis (25/8).
Menurut Ahmad Ansyori, selama ini setidaknya, program jaminan sosial ini telah memberikan manfaat yang luar biasa bagi masyarakat.
"Sekarang sudah ada 167 juta penduduk indonesia yang sudah masuk sistem jaminan BPJS Kesehatan. Siapapun sekarang bisa mendapatkan layanan kesehatan, walau harus diakui masih ada yang belum memuaskan," katanya.
Ahmad Ansyori juga menambahkan bahwa berdasarkan survei DJSN, dari 1.500 responden, diketahui bahwa tingkat kepuasan pengguna BPJS berkisar di angka 74 persen.
Namun jelas dia, semua berharap kepuasan masyarakat terus meningkat, karena betapaun kecilnya orang yang tidak puas, itu harus diatasi.
Ia menambahkan, salah satu tantangan peningkatan pelayanan BPJS adalah pendanaan jaminan sosial yang masih belum berimbang atau ketidakcukupan dana.
"Pada dasarnya BPJS Kesehatan tidak dibuat untuk merugi, atau kekurangan. Namun dalam kondisi kekurangan dana, maka pemerintah bisa melakukan tindakan tertentu. Pemerintah bisa melakukan beberapa tindakan khusus yang diperlukan seperti penyesuaian dana operasional, penyesuaian manfaat, atau pemberian dana tambahan," ungkapnya.
Di forum yang sama, Kordinator Nasional Masyarakat Peduli BPJS (MPBPJS),Hery Susanto, mengatakan bahwa problem yang terjadi pada BPJS adalah fasilitas dan pelayanan kesehatan RS mitra BPJS. Menurutnya, salah satu penyebab dari buruknya fasilitas itu tidak terlepas dari masalah keuangan. RS mitra BPJS gunakan orang sakit sebagai bisnis bukan mengutamakan tanggung jawab pelayanannya. Ini yang buat defisit anggaran dan BPJS Kesehatan yang jadi kambing hitam.
"Jika kekurangan pendanaan tidak ditangani secara serius, maka akan makin memperburuk citra BPJS Kesehatan. Apalagi pada tahun 2019 menargetkan semua warga tercover," katanya.
Sedangkan, menurut Anggota komisi XI DPR RI Aditya Moha, yang juga menjadi pembicara diskusi itu, perlu adanya peningkatan kewenangan BPJS. Menurut politisi Golkar itu, seharusnya BPJS bisa sebagai pelaksana utuh dan sebagai pihak yang mengevaluasi, bukan hanya operator. Yang dialami BPJS, menurutnya disebabkan strukturisasi iuran yang memang tidak match antara input dan output.
"Negara diperbolehkan melakukan subsidi kepada BPJS, namun harus pula realistis, dan dipastikan BPJS nantinya akan mampu meningkatkan kualitas pelayanan," katanya. Rifan Financindo Berjangka
Hal itu dikatakan Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Ahmad Ansyori dalam dialog publik yang diadakan Komunitas untuk Penataan Kebijakan Publik (Komunal) bertema "Potret Kinerja BPJS Kesehatan dan Urgensi Subsidi dana PMN," di Jakarta, Kamis (25/8).
Menurut Ahmad Ansyori, selama ini setidaknya, program jaminan sosial ini telah memberikan manfaat yang luar biasa bagi masyarakat.
"Sekarang sudah ada 167 juta penduduk indonesia yang sudah masuk sistem jaminan BPJS Kesehatan. Siapapun sekarang bisa mendapatkan layanan kesehatan, walau harus diakui masih ada yang belum memuaskan," katanya.
Ahmad Ansyori juga menambahkan bahwa berdasarkan survei DJSN, dari 1.500 responden, diketahui bahwa tingkat kepuasan pengguna BPJS berkisar di angka 74 persen.
Namun jelas dia, semua berharap kepuasan masyarakat terus meningkat, karena betapaun kecilnya orang yang tidak puas, itu harus diatasi.
Ia menambahkan, salah satu tantangan peningkatan pelayanan BPJS adalah pendanaan jaminan sosial yang masih belum berimbang atau ketidakcukupan dana.
"Pada dasarnya BPJS Kesehatan tidak dibuat untuk merugi, atau kekurangan. Namun dalam kondisi kekurangan dana, maka pemerintah bisa melakukan tindakan tertentu. Pemerintah bisa melakukan beberapa tindakan khusus yang diperlukan seperti penyesuaian dana operasional, penyesuaian manfaat, atau pemberian dana tambahan," ungkapnya.
Di forum yang sama, Kordinator Nasional Masyarakat Peduli BPJS (MPBPJS),Hery Susanto, mengatakan bahwa problem yang terjadi pada BPJS adalah fasilitas dan pelayanan kesehatan RS mitra BPJS. Menurutnya, salah satu penyebab dari buruknya fasilitas itu tidak terlepas dari masalah keuangan. RS mitra BPJS gunakan orang sakit sebagai bisnis bukan mengutamakan tanggung jawab pelayanannya. Ini yang buat defisit anggaran dan BPJS Kesehatan yang jadi kambing hitam.
"Jika kekurangan pendanaan tidak ditangani secara serius, maka akan makin memperburuk citra BPJS Kesehatan. Apalagi pada tahun 2019 menargetkan semua warga tercover," katanya.
Sedangkan, menurut Anggota komisi XI DPR RI Aditya Moha, yang juga menjadi pembicara diskusi itu, perlu adanya peningkatan kewenangan BPJS. Menurut politisi Golkar itu, seharusnya BPJS bisa sebagai pelaksana utuh dan sebagai pihak yang mengevaluasi, bukan hanya operator. Yang dialami BPJS, menurutnya disebabkan strukturisasi iuran yang memang tidak match antara input dan output.
"Negara diperbolehkan melakukan subsidi kepada BPJS, namun harus pula realistis, dan dipastikan BPJS nantinya akan mampu meningkatkan kualitas pelayanan," katanya. Rifan Financindo Berjangka
Komentar
Posting Komentar