OPEC Bakal Kesulitan Pangkas Produksi Minyak Tahun Ini
Jakarta, Rifan Financindo Berjangka -- Harga minyak dunia kembali merosot lebih dari 1 persen pada perdagangan hari Rabu (26/10) waktu Amerika Serikat (AS) atau Kamis (27/10) waktu Indonesia. Keraguan pelaku pasar atas rencana pemangkasan produksi Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (Organization of the Petroleum Exporting Countries/OPEC) diduga menjadi penyebabnya.
Dikutip dari Reuters, finalisasi pemotongan produksi tersebut memang akan ditentukan pada pertemuan antar anggota OPEC di Wina, Austria akhir November mendatang.
Namun, muncul indikasi bahwa wacana tersebut tidak akan berhasil setelah Iran, Venezuela, Libya, dan Nigeria ingin dikecualikan dari kebijakan tersebut. Sehingga, pemangkasan produksi mungkin hanya mencapai 700 ribu barel per hari (bph), dari rencana awal 1 juta hingga 1,5 juta bph.
Akibatnya harga Brent LCOc1 melemah US$0,81 per barel, atau 1,6 persen ke angka US$49,98 per barel. Sedangkan harga West Texas Intermediate (WTI) CLc1 menyusut US$0,78 034 barel, atau or 1,6 persen, ke angka US$49,18 per barel.
Sementara itu, Irak, yang merupakan negara produsen minyak ke-dua di dalam OPEC, telah menyatakan enggan menyunat produksinya karena butuh uang demi menumpas kelompok militan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS).
Di sisi lain, perusahaan pelat merah Indonesia, PT Pertamina (Persero) justru menargetkan kenaikan produksi minyak sebesar 42 persen tahun depan, dari target 308 ribu bph di tahun ini menjadi 438 ribu bph.
Sehingga, jika OPEC tetap mengharapkan penurunan produksi, maka beban tersebut berada di pundak Arab Saudi, Kuwait, dan Uni Emirat Arab. Namun, kondisi ini bisa berubah jika Rusia, yang merupakan anggota non-OPEC, memutuskan untuk bergabung.
Keraguan pelaku pasar ini seolah memupus peluang kenaikan harga minyak yang disebabkan oleh turunnya persediaan minyak mentah AS pekan lalu sebesar 553 ribu, sesuai laporan Energy Information Administration (EIA) AS.
Dikutip dari Reuters, finalisasi pemotongan produksi tersebut memang akan ditentukan pada pertemuan antar anggota OPEC di Wina, Austria akhir November mendatang.
Namun, muncul indikasi bahwa wacana tersebut tidak akan berhasil setelah Iran, Venezuela, Libya, dan Nigeria ingin dikecualikan dari kebijakan tersebut. Sehingga, pemangkasan produksi mungkin hanya mencapai 700 ribu barel per hari (bph), dari rencana awal 1 juta hingga 1,5 juta bph.
Akibatnya harga Brent LCOc1 melemah US$0,81 per barel, atau 1,6 persen ke angka US$49,98 per barel. Sedangkan harga West Texas Intermediate (WTI) CLc1 menyusut US$0,78 034 barel, atau or 1,6 persen, ke angka US$49,18 per barel.
Sementara itu, Irak, yang merupakan negara produsen minyak ke-dua di dalam OPEC, telah menyatakan enggan menyunat produksinya karena butuh uang demi menumpas kelompok militan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS).
Di sisi lain, perusahaan pelat merah Indonesia, PT Pertamina (Persero) justru menargetkan kenaikan produksi minyak sebesar 42 persen tahun depan, dari target 308 ribu bph di tahun ini menjadi 438 ribu bph.
Sehingga, jika OPEC tetap mengharapkan penurunan produksi, maka beban tersebut berada di pundak Arab Saudi, Kuwait, dan Uni Emirat Arab. Namun, kondisi ini bisa berubah jika Rusia, yang merupakan anggota non-OPEC, memutuskan untuk bergabung.
Keraguan pelaku pasar ini seolah memupus peluang kenaikan harga minyak yang disebabkan oleh turunnya persediaan minyak mentah AS pekan lalu sebesar 553 ribu, sesuai laporan Energy Information Administration (EIA) AS.
Rifan Financindo Berjangka
Komentar
Posting Komentar