Suku Bunga The Fed Tetap, Wall Street Melemah

New York -- Rifan Financindo Berjangka - Bursa saham Amerika Serikat (AS) tertekan seiring ketidakpastian

Sentimen itu mendorong indeks saham S&P 500 alami pelemahan dalam tujuh sesi, dan terpanjang dalam lima tahun. Bank sentral AS mempertahankan suku bunga,  tetapi menyatakan kalau ekonomi tetap tumbuh dan data tenaga kerja yang solid. Bank sentral AS juga menunjukkan keyakinan target inflasi dua persen tercapai.

Keputusan bank sentral AS ini sesuai harapan pelaku pasar. Kenaikan suku bunga bank sentral AS atau the Federal Reserve (the Fed) dilakukan pada Desember. Keputusan mempertahankan suku bunga ini dilakukan sebelum pemilihan presiden AS pada pekan depan.

"Dengan pertemuan the Fed menunjukkan ada kenaikan suku bunga pada Desember. Pasar sekarang fokus terhadap pemilihan umum dan indikator secara teknikal," ujar Alan Lancz, President of Investment Advisory firm Alan B.Lancz and Associates seperti dikutip dari laman Reuters, Kamis  (3/11/2016).

Pada penutupan perdagangan Rabu (Kamis pagi WIB), indeks saham Dow Jones melemah 77,46 poin atau 0,43 persen ke level 17.959,64.

Indeks saham S&P 500 merosot 13,78 poin atau 0,65 persen ke level 2.097,94, dan indeks saham Nasdaq susut 48,01 poin atau  0,93  persen ke level 5.105,57. Adapun indeks saham S&P 500 ditutup di bawah 2.100 pertama kalinya sejak 7 Juli.

"Indeks saham menunjukkan pelemahan dan secara teknikal terjadi aksi jual. Kita dalam area dengan membutuhkan sejumlah faktor pendukung," ujar Lancz.

Sektor saham utilitas alami penurunan terbesar, diikuti real estate dan telekomunikasi. Sektor saham energi pun susut satu persen imbas penurunan harga minyak dunia.

Volume perdagangan saham tercatat delapan miliar saham. Angka itu di atas rata-rata harapan sekitar 6,5 miliar saham dalam 20 sesi.  
pemilihan umum AS dan bank sentral AS atau the Federal Reserve memberi sinyal kenaikan suku bunga pada Desember.
 Bursa saham Wall Street di Amerika Serikat (AS) ditutup negatif pada perdagangan Rabu. Ini terjadi akibat sentimen negatif naiknya suara Donald Trump dalam polling calon presiden.

Selama ini, Hillary Clinton memang menjadi calon presiden yang disukai oleh pelaku pasar saham, ketimbang Trump. Karena Trump dinilai tidak bersahabat dengan pasar keuangan. Trump tidak disukai karena kritik kasarnya kepada Gubernur Federal Reserve (The Fed), Janet Yellen, dan juga kritik kepada perjanjian perdagangan internasional.

Dilansir dari AFP, Kamis (3/11/2016), saham energi bergerak turun setelah munculnya data yang mengatakan stok minyak AS meningkat menembus rekor. Kemudian saham sektor teknologi juga melemah, seperti saham Amazon dan Alphabet selaku induk usaha Google.

Kemarin juga ada pengumuman dari The Fed yang tetap menahan suku bunga acuannya, seperti yang diperkirakan para pelaku pasar saham.

Pada perdagangan Rabu (2/11/2016), indeks saham Dow Jones turun 0,4% ke 17.959,64. Indeks saham S&P 500 turun 0,7% ke 2.097,94. Indeks saham Nasdaq turun 0,9% ke 5.105,57.

Harga minyak produksi AS turun hampir 3% setelah munculnya data stok minyak AS yang naik ke 14,4 juta barel. Ini yang memicu penurunan saham-saham sektor energi.

Rifan Financindo Berjangka

Komentar

Postingan populer dari blog ini

16 Tahun Serangan “9/11”: WTC Runtuh Bukan karena Tabrakan Pesawat?

Sentimen Global Masih Ada, Rupiah Menguat di Hadapan Dolar AS

Contact Us