Menimbang Imbas Panas Freeport vs Pemerintah Indonesia

Jakarta, Rifan Financindo  -- PT Freeport Indonesia (PTFI) sudah tak bisa melakukan ekspor konsentrat tembaga sejak 12 Januari 2017 lalu. Seperti diketahui, perusahaan menolak untuk mengubah statusnya dari Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) seperti yang diinginkan oleh pemerintah melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2017.

Hal ini membuat induk usahanya, Freeport-McMoran Cooper & Gold Inc, berniat untuk membawa permasalahan ini sampai ke pengadilan internasional (arbitrase).

Chief Executive Officer Freeport-McMoran Richard Adkerson menuturkan, pihaknya akan memberikan waktu kepada pemerintah dalam 120 hari sejak pertemuan terakhir pada akhir pekan lalu, Jumat (17/2).  Jika tak ada titik temu, maka perusahaan akan benar-benar membawa permasalahan ini sampai arbitrase.

Menimbang Imbas Panas Freeport vs Pemerintah IndonesiaIlustrasi produksi tembaga. (REUTERS/Ivan Alvarado)

Lantas, bagaimana dengan operasional dan pasokan produk mineral yang dihasilkan tambang Freeport, seperti tembaga dan emas?

Analis dari PT Platon Niaga Berjangka Lukman Leong mengatakan, saat ini pasokan dunia terkait konsentrat tembaga masih dalam keadaan baik dan tidak kekurangan.

Namun, jika hal ini terus berlanjut dan mengganggu operasional Freeport sebagai pemasok konsentrat tembaga yang memiliki kontribusi besar di dunia, maka bukan tidak mungkin pasokan konsentrat di dunia akan terganggu.

Terlebih lagi, proses arbitrase terbilang lama dan tidak dalam hitungan satu hingga dua bulan. Dengan demikian, kondisi pasokan konsentrat tembaga global akan tergerus, khususnya bagi produsen elektronik yang banyak menggunakan bahan tembaga.

"Ini pasti terganggu kalau kelamaan," kata Lukman kepada CNNIndonesia.com, Senin (20/2).

Di lain sisi, masih minimnya permintaan terhadap konsentrat tembaga secara global dapat dikatakan menguntungkan di tengah kondisi yang tidak pasti seperti ini.

Sehingga, Lukman menilai harga komoditas konsentrat tembaga masih terbilang cukup baik dan belum terkena imbas akibat polemik Freeport Indonesia dan pemerintah Indonesia.

"Mungkin kondisi berbeda jika ini sudah paten, Freeport Indonesia sudah tidak bisa ekspor lagi. Ini kan masih bisa berunding," tutur Lukman.

Analis senior Binaartha Securities Reza Priyambada menilai, untuk pasokan konsentrat sendiri, masih terbilang tak terganggu untuk jangka pendek. Seperti dijelaskan sebelumnya, hal ini karena permintaan global yang masih rendah.

"Jadi dengan adanya perlambatan permintaan secara global, ini dapat mengimbangi dengan kondisi yang ada," pungkas Reza.

Harga Saham Freeport

Pada akhir pekan lalu, harga saham Freeport-McMoRan Inc (FCX) terpantau turun sebesar 0,16 poin (1,06 persen) ke level US$14,91 per saham.

Jika dilihat satu bulan belakangan ini, level tersebut merupakan titik terendah harga saham Freeport. Sementara, harga tertinggi perusahaan satu bulan terakhir terjadi pada 24 Januari lalu di level US$17,02 per saham.

Mengutip Inter Cooler, salah satu perusahaan efek, Rafferty Asset Management LLC telah memangkas kepemilikannya pada saham Freeport-McMoran sebesar 29 persen setelah menjual 13.270 sahamnya pada kuartal IV 2016 lalu.

Saat ini, Rafferty Asset Management LLC hanya memiliki 32.411 saham di Freeport-McMoran. Selain Rafferty Asset Management LLC, ternyata banyak investor yang melakukan aksi beli dan jual pada saham tersebut.

Misalnya saja, Nothern Trust Corp yang menaikan kepemilikannya 2,3 persen pada kuartal ketiga tahun lalu. Sehingga, saat ini Nothern Trust Corp memiliki 17 juta saham senilai US$192 juta setelah membeli 403.038 saham selama kuartal III tersebut.

Kemudian, Commerzbank Aktiengesellschaft FI menaikan kepemilikannya 69,8 persen pada kuartal kedua, dan BlackRock Investment Management LLC juga menaikan kepemilikannya 0,4 persen pada kuartal ketiga.

Dari sisi kinerja keuangan, Freeport-McMoran sebenarnya membukukan kenaikan pendapatan pada kuartal IV 2016 24,5 persen menjadi US$4,38 miliar jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Angka tersebut sedikit di atas ekspektasi analis sebesar US$4,34 miliar.
Rifan Financindo

Komentar

Postingan populer dari blog ini

16 Tahun Serangan “9/11”: WTC Runtuh Bukan karena Tabrakan Pesawat?

Sentimen Global Masih Ada, Rupiah Menguat di Hadapan Dolar AS

Contact Us