Pemerintah Minta Divestasi Saham 51%, Freeport: Kami Setuju 30%
Jakarta - PT Rifan Financindo -- Pasca berakhirnya
relaksasi ekspor konsentrat (mineral yang sudah diolah tetapi belum
sampai tahap pemurnian) per 11 Januari 2017, pemerintah menerbitkan
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2017, Peraturan Menteri ESDM
Nomor 5 Tahun 2016 (Permen ESDM 5/2016), dan Peraturan Menteri ESDM
Nomor 6 Tahun 2016 (Permen ESDM 6/2016).
Peraturan-peraturan baru tersebut diterbitkan agar hilirisasi mineral dapat tetap berjalan, tanpa merugikan perusahaan-perusahaan tambang pemegang Kontrak Karya (KK), perekonomian di daerah penghasil tambang pun tak terganggu.
Berdasarkan PP No. 1/2017, para pemegang KK harus mengubah kontraknya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi Produksi bila ingin tetap mendapat izin ekspor konsentrat. Prosedur untuk mengubah KK menjadi IUPK diatur dalam Permen ESDM 5/2017.
Pada 10 Februari 2017 lalu, Menteri ESDM, Ignasius Jonan, telah menerbitkan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi Produksi untuk PT Freeport Indonesia.
Namun, Freeport belum mau menerima IUPK yang diberikan pemerintah. Sebab, IUPK yang diterbitkan pemerintah tidak memberikan jaminan stabilitas jangka panjang untuk investasi Freeport di Indonesia.
Selain itu, Freeport juga keberatan dengan kewajiban divestasi saham hingga 51% dalam 10 tahun sejak berproduksi untuk perusahaan tambang pemegang IUPK Operasi Produksi. Dengan kata lain, Freeport keberatan melepaskan pengendalian sahamnya.
VP Corporate Communication PT Freeport Indonesia, Riza Pratama, menyatakan pihaknya sudah setuju untuk divestasi saham 30%. Berdasarkan KK yang ditandatangani Freeport dan pemerintah pada 1991, PT Freeport Indonesia memang diwajibkan melepas 30% sahamnya kepada pihak Indonesia.
"Kami sudah setuju untuk divestasi sampai sebesar 30%," kata Riza kepada detikFinance, Selasa (14/2/2017).
Apakah Freeport benar-benar tidak bersedia mendivestasikan sahamnya hingga 51%? "Kami masih berunding dengan pemerintah," jawab Riza.
Sebelumnya, Presiden Direktur Freeport Indonesia, Chappy Hakim, menjelaskan pihaknya keberatan dengan kewajiban divestasi alias penjualan saham hingga 51% seperti diatur dalam PP 1/2017 karena perusahaan induk PT Freeport Indonesia, Freeport McMoRan Inc, tak ingin kehilangan kendali.
Bila tak lagi menjadi pemegang saham mayoritas, tentu kendali atas PT Freeport Indonesia tak lagi di tangan Freeport McMoRan Inc. "Freeport tidak akan beri 51% karena bisa kehilangan pengendalinya," jelas Chappy.
Freeport berharap negosiasi dengan pemerintah bisa memunculkan solusi yang sama-sama menguntungkan bagi kedua belah pihak. Memang sampai saat ini negosiasi masih buntu, dan Freeport menghadapi masalah berat, yaitu tidak bisa mengekspor konsentrat atau hasil tambangnya.
Peraturan-peraturan baru tersebut diterbitkan agar hilirisasi mineral dapat tetap berjalan, tanpa merugikan perusahaan-perusahaan tambang pemegang Kontrak Karya (KK), perekonomian di daerah penghasil tambang pun tak terganggu.
Berdasarkan PP No. 1/2017, para pemegang KK harus mengubah kontraknya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi Produksi bila ingin tetap mendapat izin ekspor konsentrat. Prosedur untuk mengubah KK menjadi IUPK diatur dalam Permen ESDM 5/2017.
Pada 10 Februari 2017 lalu, Menteri ESDM, Ignasius Jonan, telah menerbitkan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi Produksi untuk PT Freeport Indonesia.
Namun, Freeport belum mau menerima IUPK yang diberikan pemerintah. Sebab, IUPK yang diterbitkan pemerintah tidak memberikan jaminan stabilitas jangka panjang untuk investasi Freeport di Indonesia.
Selain itu, Freeport juga keberatan dengan kewajiban divestasi saham hingga 51% dalam 10 tahun sejak berproduksi untuk perusahaan tambang pemegang IUPK Operasi Produksi. Dengan kata lain, Freeport keberatan melepaskan pengendalian sahamnya.
VP Corporate Communication PT Freeport Indonesia, Riza Pratama, menyatakan pihaknya sudah setuju untuk divestasi saham 30%. Berdasarkan KK yang ditandatangani Freeport dan pemerintah pada 1991, PT Freeport Indonesia memang diwajibkan melepas 30% sahamnya kepada pihak Indonesia.
"Kami sudah setuju untuk divestasi sampai sebesar 30%," kata Riza kepada detikFinance, Selasa (14/2/2017).
Apakah Freeport benar-benar tidak bersedia mendivestasikan sahamnya hingga 51%? "Kami masih berunding dengan pemerintah," jawab Riza.
Sebelumnya, Presiden Direktur Freeport Indonesia, Chappy Hakim, menjelaskan pihaknya keberatan dengan kewajiban divestasi alias penjualan saham hingga 51% seperti diatur dalam PP 1/2017 karena perusahaan induk PT Freeport Indonesia, Freeport McMoRan Inc, tak ingin kehilangan kendali.
Bila tak lagi menjadi pemegang saham mayoritas, tentu kendali atas PT Freeport Indonesia tak lagi di tangan Freeport McMoRan Inc. "Freeport tidak akan beri 51% karena bisa kehilangan pengendalinya," jelas Chappy.
Freeport berharap negosiasi dengan pemerintah bisa memunculkan solusi yang sama-sama menguntungkan bagi kedua belah pihak. Memang sampai saat ini negosiasi masih buntu, dan Freeport menghadapi masalah berat, yaitu tidak bisa mengekspor konsentrat atau hasil tambangnya.
PT Rifan Financindo
Komentar
Posting Komentar