Pemulihan Ekonomi Dunia Masih Dibayangi Sejumlah Sentimen Negatif

JAKARTA — Rifan Financindo --  Dana Moneter Internasional (IMF) memperingatkan, selama dua tahun ke depan terdapat sejumlah hal yang dapat menghalangi berlanjutnya momentum positif pertumbuhan ekonomi dunia.

Konselor sekaligus Kepala Departemen Penelitian IMF Maurice Obstfeld mengatakan, proyeksi IMF yang menyebutkan PDB dunia akan tumbuh 3,5% pada 2017 dan 3,6% pada 2018 tetap memiliki potensi kuat untuk direvisi turun pada pada laporan berikutnya.

“Apakah momentum positif yang ada saat ini akan bertahan? Tentu itu masih menjadi tanda tanya dan bukan tak mungkin momentum positif itu justru akan berbalik negatif selama dua tahun ke depan,” katanya, Rabu (19/4/2017).

Dia menyebutkan, kepercayaan konsumen dan bisnis di negara maju memang telah mencapai level yang cukup tinggi, sehingga mampu mendorong perekonomian kawasan maupun global. Namun sayangnya, indeks kepercayaan bisnis itu saat ini masih dibarengi oleh pertumbuhan tingkat produktivitas masyarakat yang cendurung mendatar.

Di sisi lain, ancaman juga muncul dari kebijakan makroekonomi dari dua negara ekonomi besar dunia yakni AS dan China.
Seperti diketahui Bank Sentral AS (The Fed) berencana untuk melanjutkan proses normalisasi moneternya melalui kenaikan suku bunga bertahap sembari memangkas kembali neraca keuangannya.

Di sisi lain, Presiden AS Donald Trump terus menyuarakan rencana kebijakan fiskalnya yang lebih ekspansif melalui reformasi pajak dan memacu belanja infrastruktur.

“Ancaman akan datang dari reformasi di AS, jika inflasi negara itu melaju lebih tinggi dari tingkat suku bunga. Alhasil dolar AS akan terapresiasi tajam dan membuat negara berkembang terpapar efek negatif,” lanjutnya.

Sementara itu dari China, proses reorientasi ekonomi dari berbasis industri ke jasa dan konsumsi berpeluang terganggu jika pemerintah Negeri Panda gagal menekan pertumbuhan kredit yang telah terlampau tinggi.

Hal itu berpeluang mengganggu stabilitas keuangan nasional, dan pada akhirnya akan berdampak ke negara lain.
Di samping kedua negara itu, potensi negatif juga berpeluang datang dari Uni Eropa. Meningkatnya gerakan anti-globalisasi pascaBrexit berpeluang mengganggu pemulihan ekonomi moderat blok negara di Benua Biru tersebut.

Seperti diketahui, setelah Britania Raya, Prancis telah mengancam untuk keluar dari Uni Eropa. Kampanye itu diusung oleh salah satu calon presiden Prancis dari partai sayap kanan Marine Le Pen.

Dia bahkan juga menyatakan keinginannya untuk meninggalkan euro dan kembali menggunakan franc sebagai mata uang di negaranya. Hal itu tentu saja akan mengganggu kedaulatan dan kekuatan Uni Eropa.

Rifan Financindo

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Contact Us

Sentimen Global Masih Ada, Rupiah Menguat di Hadapan Dolar AS

Koalisi Pejalan Kaki Dikecam PKL Saat Gelar Aksi di Tanah Abang