BPR Perlu Tingkatkan Penerapan Teknologi
JAKARTA - Rifanfinancindo -- Tantangan bagi pengembangan Bank
Perkreditan Rakyat (BPR) dinilai akan semakin tinggi seiring dengan
adanya penerapan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Oleh karena itu, BPR
didorong untuk meningkatkan variasi produk dan layanan.
Selain itu, menurut Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman Hadad perlu ada strategi branding BPR yang tepat yang memuat identitas logo, tagline maupun peta jalan transformasi branding BPR guna mewujudkan industri BPR yang modern dan profesional.
"Tantangan yang dialami BPR luar biasa, malah saat ini adalah puncaknya. Banyak sekali persaingan datang dari lembaga keuangan, baik besar atau kecil yang harus direspons BPR," katanya usai membuka Seminar Pengembangan Produk dan Layanan BPR serta Strategi Branding BPR, di Jakarta, Senin (10/7/2017).
OJK mencatat jumlah BPR per April lalu mencapai 1.621 dengan total aset sebesar Rp115,2 triliun atau meningkat 10,18% (yoy).
Dengan jumlah jaringan yang besar dan keberadaannya di garis depan, BPR diharapkan dapat memberikan kontribusi nyata untuk membuka akses keuangan kepada seluruh masyarakat.
Menurutnya, selama ini, aspek kemudahan dan kenyamanan kerap dikeluhkan dan dipertanyakan para nasabah.
Penerapan teknologi, kata dia, dapat dilakukan lewat kerja sama dengan perusahaan penyedia jasa teknologi. Kolaborasi tersebut diperlukan mengingkat sebanyak 86% dari total BPr masih bermodal di bawah Rp15 miliar sehingga kesulitan dalam menerapkan pelayanan berbasis teknologi.
"Saya harap dengan peranan teknologi yang lebih besar, BPR bisa berdampingan dengan start up terutama di bidang teknologi keuangan. Kami juga berkewajiban membina dan membangun start up melalui berbagai macam fintech, jadi kami berikan kesempatan seluasnya pada para pelaku," ungkapnya.
Sementara itu, dari segi harga, Muliaman mengakui produk BPR memang relatif lebih tinggi. Namun, tingkat bunga tersebut diharapkan dapat turun secara bertahap bila branding telah ada dan kepercayaan publik meningkat.
"Kami ingin BPR bisa kembali masuk pasar, melayani pedagang di pasar dan juga masuk ke layanan sektor informal."
Rifanfinancindo
Selain itu, menurut Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman Hadad perlu ada strategi branding BPR yang tepat yang memuat identitas logo, tagline maupun peta jalan transformasi branding BPR guna mewujudkan industri BPR yang modern dan profesional.
"Tantangan yang dialami BPR luar biasa, malah saat ini adalah puncaknya. Banyak sekali persaingan datang dari lembaga keuangan, baik besar atau kecil yang harus direspons BPR," katanya usai membuka Seminar Pengembangan Produk dan Layanan BPR serta Strategi Branding BPR, di Jakarta, Senin (10/7/2017).
OJK mencatat jumlah BPR per April lalu mencapai 1.621 dengan total aset sebesar Rp115,2 triliun atau meningkat 10,18% (yoy).
Dengan jumlah jaringan yang besar dan keberadaannya di garis depan, BPR diharapkan dapat memberikan kontribusi nyata untuk membuka akses keuangan kepada seluruh masyarakat.
Menurutnya, selama ini, aspek kemudahan dan kenyamanan kerap dikeluhkan dan dipertanyakan para nasabah.
Penerapan teknologi, kata dia, dapat dilakukan lewat kerja sama dengan perusahaan penyedia jasa teknologi. Kolaborasi tersebut diperlukan mengingkat sebanyak 86% dari total BPr masih bermodal di bawah Rp15 miliar sehingga kesulitan dalam menerapkan pelayanan berbasis teknologi.
"Saya harap dengan peranan teknologi yang lebih besar, BPR bisa berdampingan dengan start up terutama di bidang teknologi keuangan. Kami juga berkewajiban membina dan membangun start up melalui berbagai macam fintech, jadi kami berikan kesempatan seluasnya pada para pelaku," ungkapnya.
Sementara itu, dari segi harga, Muliaman mengakui produk BPR memang relatif lebih tinggi. Namun, tingkat bunga tersebut diharapkan dapat turun secara bertahap bila branding telah ada dan kepercayaan publik meningkat.
"Kami ingin BPR bisa kembali masuk pasar, melayani pedagang di pasar dan juga masuk ke layanan sektor informal."
Rifanfinancindo
Komentar
Posting Komentar