Minyak Naik Ditengah Tren Penurunan, Kekhawatiran Virus Dorong Penguatan Emas

Rifan Financindo || Trader minyak telah mendorong harga minyak mentah naik sebesar 5% dalam sepekan kendati tiap tanda di pasar menunjukkan bahwa permintaan energi akan semakin memburuk sebelum mengalami perbaikan.

Pergerakan positif tersebut merupakan kenaikan pertama selama enam minggu ini sejak tahun 2020 dimulai. Ajaibnya, bahkan situasi nyaris perang pada Januari antara Iran dan AS - dipicu oleh pembunuhan pemerintahan Trump terhadap Jenderal Iran Qassem Soleimani - tidak menghasilkan keuntungan mingguan bagi minyak.

Reli empat hari mayoritas tak diduga itu muncul ketika statistik virus Covid-19 yang diterbitkan dari otoritas Cina berubah dari buruk menjadi lebih baik kemudian berubah lagi menjadi lebih buruk setiap harinya. Sentimen pasar minyak juga tidak berbeda karena Rusia tidak memberikan kepastian pada OPEC - memicu spekulasi "tidak-ya-tidak" mengenai apakah Moskow akan berkontribusi pada pemotongan 600.000 barel per hari baru yang diusulkan oleh kelompok itu.

"Tidak ada keraguan bahwa tatkala Cina terus berjuang mengendalikan virus korona, Cina akan terus mengalami penurunan permintaan minyak mentah yang bisa menjadi lebih signifikan dari hari ke hari," ungkap Tariq Zahir, anggota pengelola dana Tyche Capital Advisors yang berfokus pada minyak di New York.

"Dan jika virus menyebar lebih jauh ke Eropa dan AS, kita dapat memperkirakan permintaan minyak mentah akan semakin terpukul," tambah Zahir. “Pertumbuhan di seluruh dunia sudah terkena dampak dan rantai pasokan bisa menjadi lebih terpengaruh. Namun, harga minyak mentah naik secara substansial minggu ini. Apakah ini akan menjadi pemulihan berbentuk V yang tampaknya masih harus dipantau.”

Terlepas dari prospek ke depan yang cukup mendung, ada beberapa sinar harapan yang dapat mendorong ekspektasi minyak naik.

Salah satunya adalah laporan Jumat bahwa kilang minyak di Cina yang lebih kecil dan mandiri - yang dikenal sebagai "teko teh" - kembali membeli minyak mentah di tengah kejatuhan konsumsi energi di Cina.

Di antaranya yaitu perusahaan penyuling independen Cina, Shandong Shouguang Luqing Petrochemical Co. membeli sebanyak tujuh kargo minyak dari Rusia, Angola dan Gabon untuk bulan Maret dan April, sementara Sinochem Hongrun Petrochemical Co. membeli minyak dari Gabon, Bloomberg melaporkan.

Tidak semua orang optimis mengenai berita itu.

"Tatkala tingkat aktivitas minyak mentah terus turun di Cina dengan tingkat perusahaan penyuling mandiri ada di bawah 50%, itu membuat saya bertanya-tanya apakah perusahaan di sana itu hanya mengejar pembelian atau menambah posisi beli," tandas Scott Shelton, pialang energi berjangka ICAP (LON:NXGN) di Durham, North Carolina.

Juga menopang pasar yakni spekulasi bahwa Rusia pada akhirnya akan menyetujui pemotongan baru OPEC - meskipun pernyataan keraguan awalnya dilontarkan oleh Presiden Vladimir Putin. Pemimpin Kremlin itu tampaknya menunjukkan rasa sensitif yang besar pekan lalu dengan meningkatkan kehati-hatian orang dalam sektor energi di Moskow bahwa pemotongan oleh Rusia hanya akan menguntungkan para perusahaan pengebor minyak di AS yang tidak memiliki hubungan dengan OPEC.

Helima Croft, kepala strategi komoditas global di RBC Capital Markets, mengatakan dalam catatan bahwa ia menduga "Putin sekali lagi tidak akan menghiraukan pendapat para pejabat bidang energi, dan ataupun menolak menandatangani kesepakatan di saat para menteri bertemu tanggal 5 Maret" pada pertemuan OPEC+ di Wina.

Namun, "kekhawatiran" Putin sebelum rapat OPEC "dapat secara efektif diterapkan pada negosiasi, untuk mengurangi kewajiban pemotongan produksi keseluruhan Rusia", urai Croft.

Pada faktor yang lebih besar, ada perdebatan tentang apakah permintaan energi global dapat bertahan dari situasi epidemi virus terburuk yang telah menewaskan hampir 1.700 orang di Cina saja dan menginfeksi sekitar 68.000 orang pada perekonomian terbesar kedua di dunia itu.

Di luar Cina, ada lebih dari 500 kasus pada hampir 30 negara, dan empat orang dilaporkan telah meninggal - masing-masing di Prancis, Hong Kong, Filipina, dan Jepang.

Ketakutan bahwa penurunan minyak mungkin terlalu dilebihkan muncul ketika Badan Energi Internasional (IEA), Badan Informasi Energi (EIA) AS dan OPEC semuanya menerbitkan perkiraan yang berbeda tentang dampak virus terhadap minyak.

Bagi para buyer minyak, perbedaan angka dari ketiga badan itu menunjukkan bahwa tak satu pun dari ketiganya memiliki pembacaan pasti mengenai dampak virus - sebuah situasi yang harus dipandang secara positif, seperti halnya narasi dalam buku Reality by Deception ditulis oleh Bobby Casto.

Bloomberg, dalam sebuah analisis, berkomentar masam bahwa OPEC akan cenderung untuk mengecilkan dampak virus Covid-19 pada minyak, mengingat rasa putus asa untuk mendorong kembali harga minyak mentah, sementara IEA, yang mewakili pandangan konsumen, secara alami akan mengatakan ada terlalu banyak minyak di pasar.

"Seseorang akan melakukan penyesuaian," kata Bloomberg.

Menurut OPEC, permintaan minyak kuartal pertama di Cina akan turun hanya 160.000 barel per hari dari perkiraan bulan lalu dan konsumsi masih akan naik 140.000 barel per hari selama periode yang sama tahun 2019.

IEA yang berbasis di Paris yakin bahwa permintaan minyak global untuk kuartal pertama akan menjadi 1,3 juta barel per hari dan ini lebih rendah dari yang diperkirakan sebulan lalu.

Sementara itu, EIA yang berbasis di Washington memperkirakan bahwa total pasokan energi global rata-rata akan sebanyak 101,97 juta barel per hari pada tahun 2020, sementara rata-rata permintaan mencapai 101,74 juta barel per hari - ada kesenjangan sebanyak 230.000 barel per hari. Bulan lalu, perkiraan total pasokan rata-rata EIA akan mencapai 102,37 juta barel per hari dibandingkan permintaan rata-rata 102,11 juta barel per hari - ada ruang perbedaan 260.000 barel per hari.

Emas juga mencatat kenaikan mingguan lantaran didorong virus covid-19 di Cina yang membantu logam kuning ini membukukan kenaikan selama 7 minggu dan kembali ke tren level bullish di $1.580.

Tetapi menebak arah jangka pendek pasar tetap sulit bagi investor akibat ketidakpastian epidemi, dan alternatif safe haven yang ditawarkan oleh dolar, ujar analis.

Tinjauan Energi

Gabungan dari pembelian minyak "perusahaan kecil dan mandiri di cina", spekulasi bahwa Rusia akan tunduk kepada OPEC dan optimisme bahwa permintaan minyak global tidak akan sepenuhnya menyerah pada wabah virus akan memberikan minyak mentah kenaikan mingguan pertama selama enam pekan.

Brent, patokan global minyak mentah, ada di $57,32 per barel, naik 98 sen, atau sebesar 1,7%. Untuk sepekan, minyak ini naik 5,2%.

Minyak West Texas Intermediate, patokan minyak mentah di AS, bertahan di $52,05, naik 63 sen, atau 1,2%. Minyak ini telah naik 3,4% dalam sepekan.

Untuk tahun ini, Brent masih turun 13% sementara WTI menunjukkan penurunan 14%.

Kalender Energi Ke Depan

Selasa, 18 Februari

Data perkiraan inventaris minyak Genscape di Cushing

Rabu, 19 Februari

Laporan mingguan pasokan minyak American Petroleum Institute.

Kamis, 20 Februari

Laporan mingguan EIA tentang stok minyak

Laporan mingguan gas alam dari EIA

Jumat, 21 Februari

Jumlah mingguan pengeboran Baker Hughes.

Tinjauan Logam Mulia

Emas berjangka COMEX untuk penyerahan April di New York menetapkan perdagangan Jumat naik $7,60, atau hampir 1%, di $1586,40 per ons. Harga juga naik hampir 1% dalam seminggu.

Emas spot, yang mencerminkan perdagangan langsung fisik emas berakhir turun 21 sen, atau 0,01%, pada $1,584,11. Untuk sepekan, emas ini naik 0,9%.

"Indeks dolar AS dan berita utama seputar politik di AS, perubahan suku bunga dan pasar saham telah menambah dorongan pada berita virus, yang mengakibatkan pergerakan emas seminggu ini," kata George Gero, analis logam mulia RBC Wealth Management di New York.

"Tapi bukan hanya emas yang berfungsi baik sebagai lindung nilai untuk Covid-19 kendati dolar juga menguat dolar."

Indeks dolar AS berada di 99, atau naik sebesar 0,4% pada seminggu ini. Rifan Financindo ||



Komentar

Postingan populer dari blog ini

16 Tahun Serangan “9/11”: WTC Runtuh Bukan karena Tabrakan Pesawat?

Sentimen Global Masih Ada, Rupiah Menguat di Hadapan Dolar AS

Contact Us